Minggu, 28 Juli 2019

PROPOSAL MINI

PROPOSAL HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PETUGAS KESEHATAN DENGAN PENERAPAN PROGRAM MTBS PADA PENANGANAN DIARE BALITA DI PUSKESMAS WILAYAH KOTA MANADO OLEH : KARMILA MUSA 1601020 A SEMSTER V PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI KESEHATAN MUHAMMADIYAH MANADO 2019 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Upaya pemeliharaan kesehatan bayi dan anak harus ditujukan untuk mempersiapkan generasi yang akan datang yang sehat, cerdas, dan berkualitas serta untuk menurunkan angka kematian bayi dan anak. Kehidupan anak usia dibawah lima tahun merupakan bagian yang sangat penting. Usia tersebut merupakan landasan yang membentuk masa depan, kesehatan, kebahagiaan, pertumbuhan, perkembangan dan hasil pembelajaran anak di sekolah, keluarga, serta masyarakat. Upaya pemeliharaan kesehatan anak dilakukan sejak janin dilahirkan, setelah dilahirkan, dan sampai berusia 18 tahun (Kemenkes RI, 2014). Laporan dari UNICEF (2013) mengatakan di Indonesia jumlah kematian balita setiap tahun turun dari estimasi 12,6 juta pada tahun 1990 menjadi sekitar 6,6 juta pada tahun 2012, namun angka ini masih cukup tinggi. Angka kematian bayi sebanyak 24 per 1000 kelahiran hidup, sementara angka kematian balita sebanyak 44 per 1000 kelahiran hidup. Diharapkan pada tahun 2015 angka kematian bayi turun menjadi 23 per 1000 kelahiran hidup dan angka kematian balita turun menjadi 32 per 1000 kelahiran hidup (Kemenkes RI, 2014). Menurut data dari program kesehatan anak Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara (2017) kematian balita (umur 12-59 bulan) sepanjang tahun 2016 sebanyak 266 kasus, menurun dibandingkan dengan Tahun 2015 dengan 298 kasus, dengan kasus terbanyak berasal dari Kabupaten Minahasa Selatan sebanyak 43 kasus, dan terendah di Kabupaten Minahasa Utara sebanyak 4 (empat) kasus. Penyebab Kematian balita di Provinsi Sulawesi Utara tahun 2016 Paling banyak adalah BBLR dengan 64 kasus, Lain-lain 74 kasus, Asfiksia 44 kasus, Kelainan bawaan 33 kasus, Sepsis 1(satu) Kasus, Pnemonia 9 (sembilan) kasus, Diare 10 Kasus, Kelainan Saluran Cerna 2 (dua) kasus, Malaria 3 (kasus) dan Demam 1(satu) kasus dan Kelainan Saraf 1(satu) kasus.Penyakit diare sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat, walaupun secara umum angka kesakitan masih berfluktuasi. Sepanjang tahun 2016 Kasus Penyakit Diare di Provinsi Sulawesi Utara sebanyak 23.881 kasus dengan cakupan layanan sebesar 46,3 % meningkat dibanding dengan tahun 2015 sebanyak 23.422 kasus dengan cakupan layanan sebesar 45,37 %. Kasus diare terlaporkan lebih banyak terjadi diwilayah Kabupaten Minahasa Utara yaitu 2.856 kasus. Sedangkan cakupan layanan tertinggi di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara sebesar 123,11 % dan cakupan layanan terendah di Kota Manado sebesar 26,67 % (Riskesdas, 2017). MTBS merupakan salah satu solusi mengurangi angka kematian dan kesakitan bayi dan balita serta sangat sesuai diterapkan di Puskesmas. Sebagian besar balita sakit yang dibawa berobat ke Puskesmas, jarang mempunyai keluhan tunggal. Menurut data WHO, tiga dari empat balita sakit seringkali memiliki beberapa keluhan lain yang menyertai dan sedikitnya menderita 1 dari 5 penyakit tersering pada balita yang dapat diakomodir oleh MTBS (Rika, 2013). Tenaga kesehatan yang melaksanakan Manajemen Balita Sakit Terpadu (MTBS) harus mengikuti pelatihan terlebih dahulu agar dapat mengenali secara dini dan cepat semua gejala anak sakit, sehingga dapat menentukan apakah anak sakit ringan, berat dan perlu dirujuk. Jika penyakitnya tidak parah, petugas dapat memberikan pengobatan atau tindakan sesuai pedoman MTBS (Kemenkes RI, 2014). Data dari Sub-Bagian Penyusunan Program Dinas Kesehatan Kota Surabaya (2013), ada kenaikan persentase rata-rata balita sakit yang ditangani dengan MTBS pada tahun 2013 jika dibandingkan tahun 2012. Pada tahun 2013 persentasinya sekitar 30,4% dari seluruh balita sakit yang berkunjung ke puskesmas, sedangkan pada tahun 2012 hanya sekitar 11,2%. Kenaikan persentasi ini tidak selalu karena meningkatnya jumlah pelayanan pada balita dengan MTBS. Ada beberapa puskesmas yang mengalami penurunan persentasi balita yang ditangani dengan MTBS, bahkan ada puskesmas yang tidak menggunakan MTBS lagi di samping itu, sebagian besar puskesmas menerapkan MTBS belum sesuai dengan harapan pemerintah, meskipun sebagian besar puskesmas telah ada petugas MTBS. MTBS bukan merupakan suatu program kesehatan tetapi suatu pendekatan/cara menatalaksana balita sakit. Sasaran MTBS adalah anak umur 0 -5 tahun dan dibagi menjadi dua kelompok sasaran, yaitu kelompok usia 1 hari sampai 2 bulan, dan kelompok usia 2 bulan sampai 5 tahun (Kemenkes RI, 2015). Kegiatan MTBS merupakan upaya yang ditujukan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di unit rawat jalan dasar seperti puskesmas (Prasetyawati, 2013). Diare merupakan penyebab utama kematian bayi dan anak balita (anak usia 1 bulan sampai < 5 tahun) di Indonesia. Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas, 2013) yang dilakukan oleh kemenkes dan Badan Litbangkes pada tahun 2013, penyakit diare menjadi penyebab utama kematian bayi (31,4%) dan anak balita (25,2%). Data yang diperoleh dari KemenKes RI 2013 jumlah penderita diare sebanyak 3.456.123 penderita, menurut DinKes SULUT tahun 2012 jumlah kasus diare 27.394 kasus, dan menurut data yg diambil dari Dinas Kesehatan Kota Manado penderita diare pada anak menempati peringkat kedua terbanyak setelah penderita rhinofaringitis. Diare sebanyak 532 kasus dari jumlah 6.129 pasien anak dalam rentang waktu tanggal 3 januari 2013 sampai dengan 25 maret 2014. Penggunaan MTBS belum berjalan secara efektif, dalam pelaksanaannya. Kondisi dialami oleh sebagian besar puskesmas di Wilayah kota Manado, karena berbagai kendala antara lain terbatasnya jumlah tenaga yang dilatih MTBS, perpindahan tenaga, kurang lengkapnya sarana dan prasarana pendukung, sehingga sebagian besar petugas kesehatan belum mengetahui pentingnya program MTBS untuk diterapkan dikarenakan petugas belum sepenuhnya mengadopsi prosedur program MTBS. Menurut Notoatmodjo (2013), tingkat pengetahuan seseorang mempengaruhi perilaku individu, makin tinggi pengetahuan seseorang makin tinggi kesadaran untuk berperan serta. Teori ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ratna Dewi (2013) yang berjudul hubungan tingkat pengetahuan tenaga kesehatan dan penatalaksanaan mtbs (manajemen terpadu balita sakit) dengan tingkat kepuasan atau kesembuhan balita di Puskesmas Teunom Kecamatan Teunom Aceh Jaya. Dimana dalam penelitian ini didapatkan hasil p = P Value = 0,034 dan ini lebih kecil dari α= 0,05 sehingga terdapatnya hubungan yang signifikan antara Pengetahuan Tenaga Kesehatan dengan Kepuasan atau kesembuhan balita Di Puskesmas Teunom kecamatan Teunom Aceh Jaya. Penyebab lain kurangnya pelaksanaan MTBS disebabkan sikap petugas saat melakukan pelayanan MTBS tidak menyertakan formulir MTBS, petugas mengisi formulir pencatatan setelah pelayanan pada semua balita sakit selesai, hal ini dilakukan Sikap (attitude) adalah kecenderungan yang relatif menetap untuk bereaksi dengan cara baik atau buruk terhadap orang atau barang tertentu (Syah. 2005), penelitian yang dilakukan oleh peneliti Debby Cintia (2016) yang berjudul hubungan motivasi dan sikap bidan dengan kelengkapan pengisian lembar mtbs di puskesmas kabupaten karanganyar dimana hasil penelitian ini menunjukkan terdapa hubungan yang signifikan dengan nilai p value = 0,002 lebih kecil dari nilai a =0,05. Berdasarkan survey awal yang dilakukan di beberapa Puskesmas Kota Manado angka kejadian diare balita pada 3 bulan terakhir dari bulan Mei –Juli 2018 sebanyak 768 Kasus. Peneliti juga mendata jumlah petugas kesehatan (Perawat) yang bertugas di puskesmas kota manado sebanyak 361 orang, dimana didapatkan petugas kesehatan yang bertugas dipoli anak / MTBS mempunyai beban tugas yang lain sehingga jadwal yang ada sering tidak dipatuhi. Petugas kesehatan yang pernah dilatih MTBS bahkan sama sekali tidak bertugas di poli MTBS tetapi bertugas menjalankan kegiatan lain. Dibeberapa puskesmas penanganan balita sakit dilakukan langsung oleh dokter sehingga tahap pelaksanaan MTBS tidak dilaksanakan oleh petugas kesehatan. Penyebab lain kurangnya pelaksanaan MTBS didapatkan sikap petugas saat melakukan pelayanan MTBS tidak menyertakan formulir MTBS dengan alasan untuk mempercepat waktu pelayanan. Formulir pencatatan MTBS, buku bagan dan KNI ( kartu nasihat Ibu ) merupakan alat bantu atau media yang sangat berguna sebagai acuan tata laksana balita sakit. Kenyataan di lapangan bahan cetakan tersebut kurang tersedia pada beberapa puskesmas. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan pengetahuan dan sikap petugas kesehatan dengan penerapan program MTBS pada penanganan diare balita di Puskesmas Wilayah Kota Manado ? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum : Diketahui hubungan pengetahuan dan sikap petugas kesehatan dengan penerapan program MTBS pada penanganan diare balita di PuskesmasWilayah Kota Manado. 2. Tujuan Khusus : a. Diidentifikasi pengetahuan petugas Kesehatan dalam menerapkan program MTBS pada pasien diare usia Balita. b. Diidentifikasi sikap petugas Kesehatan dalam menerapkan program MTBS pada pasien diare usia Balita. c. Diketahui penerapan program MTBS pada pasien diare usia Balita. d. Teranalisis pengetahuan petugas kesehatan dengan penerapan program MTBS pada penanganan diare balita di PuskesmasWilayah Kota Manado. e. Teranalisis sikap petugas kesehatan dengan penerapan program MTBS pada penanganan diare balita di PuskesmasWilayah Kota Manado. D. Manfaat Penelitian Manfaat yang di harapkan setelah di lakukan penelitian 1. Instansi Puskesmas Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai informasi bagi petugas kesehatan sehingga dapat menangani dan merawat klien yang mengalami diare dengan memakai program MTBS di Puskesmas. 2. Institusi Pendidikan Sebagai masukan bagi proses pembelajaran untuk optimalisasi kemampuan dan pengetahuan peserta didik tentang program Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). 3. Peneliti Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai data tambahan bagi penelitian berikutnya yang terkait dengan penelitian hubungan pengetahuan dan sikap petugas kesehatan dengan penerapan program MTBS pada penanganan diare balita di Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Pengetahuan 1. Pengertian Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu pengindraan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indra pendengaran yaitu telinga dan indra penglihatan yaitu mata (Notoatmodjo, 2013). Menurut Notoatmodjo (2012), pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (2011), pengetahuan adalah sesuatu yang diketahui berkaitan dengan proses pembelajaran. Proses belajar ini dipengaruhi berbagai faktor dari dalam, seperti motivasi dan faktor luar berupa sarana informasi yang tersedia, serta keadaan sosial budaya. Pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari oleh seseorang (Agus, 2013) 2. Proses terjadinya Pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2013) pengetahuan mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru didalam diri orang tersebut terjadi proses sebagai berikut: 1) Kesadaran (Awareness), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulasi (obyek). 2) Merasa (Interest), tertarik terhadap stimulasi atau obyek tersebut disini sikap obyek mulai timbul. 3) Menimbang-nimbang (Evaluation), terhadap baik dan tidaknya stimulasi tersebut bagi dirinya, hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi. 4) Mencoba (Trial), dimana subyek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki. 5) Adaption, dimanasubyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikap terhadap stimulasi. 3. Tingkat Pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2013) pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu : a. Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, pada tingkatan ini reccal (mengingat kembali) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsang yang diterima. Oleh sebab itu tingkatan ini adalah yang paling rendah. b. cMemahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar tentang objek yang dilakukan dengan menjelaskan, menyebutkan contoh dan lain-lain. c. Aplikasi (Application) Aplikasi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam kontak atau situasi yang lain. d. Analisis (Analysis) Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan suatu materi atau objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih didalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitan satu sama lain, kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya. e. Sintesis (Synthesis) Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis ini suatu kemampuan untuk menyusun, dapat merencanakan, meringkas, menyesuaikan terhadap suatu teori atau rumusan yang telah ada. f. Evaluasi (Evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakuksan penilaian terhadap suatu materi atau objek penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. B. Konsep Dasar Sikap 1. Pengertian Sikap Banyak sosiolog dan psikolog yang memberikan batasan bahwa sikap merupakan kecenderungan individu untuk merespon dengan cara khusus terhadap stimulus yang ada dalam lingkungan sosial. Sikap (attitude) adalah suatu kecenderungan untuk mendekat atau menghindar, positif atau negatif terhadap berbagai keadaan sosial, apakah itu institusi, pribadi, situasi, ide, konsep dan sebagainya (Kulsum dan Jauhar, 2014) 2. Proses dan komponen sikap Terdapat tiga komponen sikap yakni: komponen respons evaluatif kognitif, yaitu: gambaran tentang cara seseorang dalam mempersepsi objek, peristiwa atau situasi sebagai sasaran sikap. Komponen respons evaluatif afektif, yaitu: perasaan atau emosi yang dihubungkan dengan suatu objek sikap (kecemasan, kasihan, benci, marah, cemburu atau suka). Dan komponen respons evaluatif perilaku, yaitu: tendensi untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu terhadap objek sikap (Kulsum dan Jauhar, 2014). Dalam hal sikap, dapat dibagi dalam berbagai tingkatan, antara lain : a. Menerima (receiving), diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).’ b. Merespon (responding), yaitu dapat berupa memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan. c. Menghargai (valuating), yaitu dapat berupa mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah. d. Bertanggung jawab (responsible) atas segala sesuatu yang telah dipilihnya (Notoatmodjo,2012) 3. Proses Pembentukan dan Perubahan Sikap Sikap dapat terbentuk atau berubah melalui empat, yakni: a. Adopsi, yaitu: kejadian-kejadian dan peristiwa-peristiwa yang terjadi berulang-ulang dan terus menerus, lama-kelamaan secara bertahap diserap ke dalam diri individu dan mempengaruhi terbentuknya suatu sikap. b. Diferensiasi, yaitu: dengan berkembangnya intelegensi, bertamba hanya pengalaman, sejalan dengan bertambahnya usia, maka ada hal-hal yang tadinya dianggap sejenis, sekarang dipandang tersendiri lepas dari jenisnya. Dari objek tersebut, sikap dapat terbentuk dengan sendirinya. c. Integrasi, yaitu: pembentukan sikap di sini terjadi secara bertahap, dimulai dengan berbagai pengalaman yang berhubungan dengan satu hal yang akhirnya terbentuk sikap mengenai hal tersebut. d. Trauma, yaitu: pengalaman yang tiba-tiba, mengejutkan, yang meninggalkan kesan mendalam pada jiwa orang yang bersangkutan. Pengalaman-pengalaman yang traumatis juga dapat menyebabkan terbentuknya sikap (Kulsum dan Jauhar, 2014) C. Manajemen Terpadu Balita Sakit ( MTBS) 1. Pengertian MTBS Merupakan suatu pendekatan keterpaduan dalam tatalaksana balita sakit yang datang berobat ke fasilitas rawat jalan pelayanan kesehatan dasar. Meliputi upaya kuratif terhadap penyakit pneumonia, diare, campak, malaria, infeksi telinga, malnutrisi dan upaya promotif dan preventif yang meliputi imunisasi dan pemberian vitamin A dan konseling pemberian makan. Tujuan utama tatalaksana ini untuk menurunkan angka kematian bayi dan anak balita dan menekan morbiditas karena penyakit tersebut (Kemenkes RI, 2014) 2. Sasaran Manajemen Tepadu Balita Sakit (MTBS) Adapun sasaran MTBS adalah anak umur 0-5 tahun dan dibagi menjadi dua kelompok sasaran yaitu kelompok usia 1 hari-2 bulan dan kelompok usia 2 bulan-5 tahun (Vera, 2015). BAB III KERANGKA KONSEP A. Kerangka Konseptual Variabel Independen Variabel Dependen Gambar 3.1 : Kerangka konsep hubungan pengetahuan dan sikap petugas kesehatan dengan penerapan program MTBS pada penanganan diare balita di Puskesmas Wilayah Kota Manado : Keterangan : Variabel Penelitian Hubungan B. Hipotesis Penelitian Hipotesis dalam penelitian ini adalah Ha : 1. Ada huubungan pengetahuan petugas kesehatan dengan penerapan dengan program MTBS pada penanganan diare balita di puskesmas wilayah kota manado. 2. Ada hubungan sikap petugas kesehatan dengan penerapan program MTBS pada penanganan diare balita di puskesmas wilayah kota manado. C. Variabel penelitian Variable penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian di tarik kesimpulannya. (sugiyono,2017) Variable independent/terikat : 1. Pengetahuan 2. Sikap Variabel dependen : penerapan program MTBS D. Definisi Operasional variabel Definisi operasional parameter Alat ukur skala skor Independent : pengetahuan Sejauh mana petugas kesehatan mengetahui tentang manajemen program MTBS Tingkat pengetahuan : - tahu - memahami - aplikasi kuisioner ordinal Independent : sikap Sikap adalah perilaku yang menjadi kepribadian dari diri seseorang Tingkatan sikap : - menghargai - merespon -menerima kuisioner Ordinal Dependent : Penerapan program MTBS Program MTBS adalah suatu program yang dilakukan untuk meningkatkan derajat kesehatan balita Pelaksanaan MTBS : - Anamnesa -pemeriksaan - pemeriksan - pengobatan Lembar observasi ordinal BAB IV METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah Deskriptif analitik dengan rancangan Cross Sectional dimana tiap subjek penelitian hanya di observasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau variabel subjek pada saat pemeriksaan. Hal ini tidak berarti bahwa semua subjek penelitian diamati pada waktu yang sama (Notoatmodjo, 2012). . B. Populasi Dan Teknik Sampel 1. Populasi Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulanya (Sugiyono, 2017). Populasi yang didapatkan dari survey awal berjumlah 361. 2. Sampel Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Bila populasi besar dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi,misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti menggunakan sampel yang diambil dari populasi (Sugiyono, 2017). Peneliti menentukan jumlah sampel menggunakan rumus Arikunto 10%. 3. Kriteria Sampel Sampel yang akan disertakan dalam penelitian adalah yang memenuhi kriteria sebagai berikut : a. Kriteria Inklusi Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu populasi target yang terjangkau dan akan ditelitib (Nursalam,2013). 1. Petugas kesehatan yang bertugas di Puskesmas Wilayah Kota Manado, 2. Petugas Kesehatan yang telah mengikuti Pelatihan MTBS, 3. Bersedia menjadi responden. b. Kriteria Eksklusi Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subjek yang tidak memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab (Nursalam,2013). 1. Tidak berada pada lokasi penelitian. 4. Teknik Sampling Teknik sampling merupakan teknik pengambilan sampel yang akan digunakan dalam penelitian (Sugiyono, 2017). Tehnik sampling yang akan digunakan yaitu Purposive Sampling. Yaitu menetukan teknik pengambilan sampel dimana peneliti menetukan ciri-ciri khusus yang sesuai dengan tujuan penelitian. (Sugiyono,2017). Sampel dalam penelitian ini yaitu petugas kesehatan yang aktif menjalankan program MTBS di Puskesmas Wilayah Kota Manado dengan jumlah 36 sampel, C. Instrumen Penelitian 1. Pengetahuan Pada variabel ini menggunakan kuesioner dengan jumlah pertanyaan sebanyak 10 pertanyaan, kuesioner ini menggunakan skala Guttman. Pertanyaan dalam kuesioner sudah baku (Hotmi Umi Arifah, 2016). 2. Sikap Pada variabel ini menggunakan kuesioner dengan jumlah pertanyaan sebanyak 10 pertanyaan, kuesioner ini menggunakan skala Likert. Pertanyaan dalam kuesioner sudah baku (Sandry Oktavianty, 2012). 3. Program MTBS Pada variabel ini menggunakan Lembar observasi dengan jumlah pernyataan sebanyak 6 pernyataan, Lembar Observasi ini menggunakan skala Guttman. Dalam penilaian instrument ini menggunakan rumus Median D. Analisa data 1. Analisa Univariat Analisa univariat adalah analisa data yang dilakukan dengan menyajikan tahap distribusi frekuensi dari data demografi responden dan masing-masing variabel independen (pengetahuan dan sikap) dan dependen (penerapan program MTBS) kemudian diinterpretasikan. Rumus distribusi frekuensi : P = f x 100% N Keterangan : P = persen N = total sampel F = frekuensi 2. Analisa Bivariat Analisa bivariat adalah untuk melihat hubungan dari variabel independen dengan variabel dependen dengan menggunakan uji Chi square yaitu salah satu jenis uji komparatif non parametris yang dilakukan pada dua variable, dimana skala data kedua variable adalah ordinal. Derajat kemaknaan atau tingkat signifikasi pada penelitian ini adalah(α)≤ 0,05.Dari hasil perbandingan tersebut akan ditentukan apakah hipotesa diterima atau ditolak. Apabila hasil uji statistik dengan “uji Chi Square” menunjukan p < α 0,05, maka hipotesa nol ditolak dan hipotesa alternative diterima, artinya ada perbedaan antara variabel yang diuji. Analisis data ini menggunakan bantuan program SPSS 16.0 E. Etika penelitian 1. Informed Consent Lembar persetujuan diedarkan sebelum riset dilaksanakan kepada seluruh subyek yang akan diteliti. Tujuannya agar subyek mengetahui maksud dan tujuan penelitian. Jika subyek bersedia maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan tersebut. Jika subyek tidak bersedia diteliti maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati haknya. 2. Anonymity Untuk menjaga kerahasiaan identitas subyek, peneliti tidak mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data (kuisioner) yang diisi oleh responden. Lembar tersebut hanya diberi nomor kode tertentu. 3. Confidentiality Kerahasiaan informasi dari responden dijamin oleh peneliti, hanya data tertentu yang akan ditampilkan sebagai hasil penelitian. DAFTAR PUSTAKA Agus, riyanto dan budiman. (2013). Capital selekte kuisioner pengetahuan dan sikap dalam penelitian kesehatan. Jakarta: salemba medika. Nanda S. Sagala. (2016). Hubungan perilaku petugas kesehatan dengan penerapan program manajemen terpadu balita sakit (MTBS) pada penanganan diare balita di wilayah kerja puskesmas Aek Habil kota sibolga. Vol. 1 No. 2 diakses maret 2019 dari http://www. Sciencemakarioz.org.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar